KEBANYAKAN orang merasa marah, putus asa, dan cemas saat harus mengakhiri pernikahan atau bercerai. Salah tindakan selama proses perceraian hanya akan memperkeruh suasana.
Dahulu, perasaan yang muncul selama dan setelah proses perceraian adalah sedih dan menyesal. Namun kini, kemarahan menjadi emosi yang dominan. Marah terhadap mantan pasangan, mertua, teman kencan mantan pasangan, dan lainnya.
Tak heran jika proses perceraian terkesan mahal, penuh beban, frustasi, lama, dan percekcokan tiada henti. Dikutip dari Askmen, berikut sekelumit kesalahan pria dalam perceraian. Jika Anda mampu memahami perasaan dan mengontrol emosi, kesalahan-kesalahan ini bisa terhindari.
Memanfaatkan anak-anak
Pola asuh menjadi topik panas saat proses perceraian bergulir. Pihak yang dimenangkan sering kali membatasi mantan pasangan untuk menemui anak-anak.
Celakanya, alasan membiayai kebutuhan anak-anak tak jarang dimanfaatkan untuk meminta tambahan uang tunjangan pada mantan pasangan.
Punya kekasih baru sebelum palu diketuk
Perselisihan selama proses perceraian menjadi semakin runyam manakala Anda melibatkan wanita lain. Ada sejumlah alasan mengapa ada pihak ketiga. Sebagian besar ingin menunjukkan bahwa ia lebih bahagia dengan kekasih baru.
Cobalah untuk bisa mengatur jarak hubungan kekasih baru dengan mantan pasangan dan anak-anak. Tunggu sampai putusan cerai dibuat sebelum memulai hubungan baru.
Memperebutkan pembagian harta
Kebanyakan kasus perceraian pada pernikahan berumur panjang mempersoalkan pembagian harta gono-gini. Masalah perebutan harta tak akan menguap lebar kalau Anda berdua sama-sama mempercayakan persoalan ini pada pengacara profesional.
Saling merespons kemarahan
Proses awal perceraian bisa memancing kemarahan besar. Apalagi, jika Anda berdua saling merespons kemarahan tersebut.
Karenanya, sisihkan waktu untuk merenungi segalanya sebelum bertindak apapun. Setelah pikiran kembali jernih, Anda bisa menanggapi respons pasangan dengan cara lebih santun.
Dahulu, perasaan yang muncul selama dan setelah proses perceraian adalah sedih dan menyesal. Namun kini, kemarahan menjadi emosi yang dominan. Marah terhadap mantan pasangan, mertua, teman kencan mantan pasangan, dan lainnya.
Tak heran jika proses perceraian terkesan mahal, penuh beban, frustasi, lama, dan percekcokan tiada henti. Dikutip dari Askmen, berikut sekelumit kesalahan pria dalam perceraian. Jika Anda mampu memahami perasaan dan mengontrol emosi, kesalahan-kesalahan ini bisa terhindari.
Memanfaatkan anak-anak
Pola asuh menjadi topik panas saat proses perceraian bergulir. Pihak yang dimenangkan sering kali membatasi mantan pasangan untuk menemui anak-anak.
Celakanya, alasan membiayai kebutuhan anak-anak tak jarang dimanfaatkan untuk meminta tambahan uang tunjangan pada mantan pasangan.
Punya kekasih baru sebelum palu diketuk
Perselisihan selama proses perceraian menjadi semakin runyam manakala Anda melibatkan wanita lain. Ada sejumlah alasan mengapa ada pihak ketiga. Sebagian besar ingin menunjukkan bahwa ia lebih bahagia dengan kekasih baru.
Cobalah untuk bisa mengatur jarak hubungan kekasih baru dengan mantan pasangan dan anak-anak. Tunggu sampai putusan cerai dibuat sebelum memulai hubungan baru.
Memperebutkan pembagian harta
Kebanyakan kasus perceraian pada pernikahan berumur panjang mempersoalkan pembagian harta gono-gini. Masalah perebutan harta tak akan menguap lebar kalau Anda berdua sama-sama mempercayakan persoalan ini pada pengacara profesional.
Saling merespons kemarahan
Proses awal perceraian bisa memancing kemarahan besar. Apalagi, jika Anda berdua saling merespons kemarahan tersebut.
Karenanya, sisihkan waktu untuk merenungi segalanya sebelum bertindak apapun. Setelah pikiran kembali jernih, Anda bisa menanggapi respons pasangan dengan cara lebih santun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar